SEKILAS INFO KESEHATAN
Dispepsia
A. Pendahuluan
Sindroma dispepsia lebih dikenal masyarakat umum sebagai penyakit
maag (walaupun sebenarnya kurang tepat, karena maag berasal dari bahasa
Belanda, yang berarti lambung. Padahal keluhan yang muncul pada
penyakit mag tidak selalu berasal dari lambung).
Prevalensi penyakit ini beragam, sebagian besar penelitian
menunjukkan, hampir 25 % orang dewasa mengalami gejala dyspepsia pada
suatu waktu dalam hidupnya.
Suatu survey menyebutkan, sekitar 30% orang yang berobat ke dokter
umum disebabkan gangguan saluran cerna terutama dyspepsia. Dan 40 – 50 %
yang dating ke specialis disebabkan gangguan pencernaan, terutama
dyspepsia.
B. Pengelompokan
Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti "pencernaan yang jelek".
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit, rasa penuh dan panas di perut bagian atas yang
menetap atau mengalami kekambuhan keluhan rasa nyeri dan panas pada ulu
hati.
Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
Dispepsia organik, dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.
Dispepsia organic dikategorikan menjadi :
Gastritis
Ulkus peptikum
Stomach cancer
Gastro-Esophangeal reflux Disease
Hyperacidity
dll.
Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya.
Dispepsia fungsional dibagi atas 3 subgrup yaitu:
Dispepsia mirip ulkus {ulcer-likedyspepsia) bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati;
Dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-likedyspepsia) bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang;
Dyspepsia non-spesific yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan (a) maupun (b).
C. Dispepsia Fungsional
Terdapat bukti bahwa dispepsia fungsional berhubungan dengan
ketidaknormalan pergerakan usus (motilitas) dari saluran pencernaan
bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu,
bisa juga dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari
lambung atau gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal.
Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan
terlalu banyak udara. Misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan
mengunyah secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara).
Atau mereka yang senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya
konsistensi makanannya cair).
Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus.
Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi
kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi.
Mereka yang sensitif atau alergi terhadap bahan makanan tertentu,
bila mengonsumsi makanan jenis tersebut, bisa menyebabkan gangguan pada
saluran cerna. Begitu juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti
Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik makrolides,
metronidazole), dan kortikosteroid. Obat-obatan itu sering dihubungkan
dengan keadaan dispepsia.
Yang paling sering dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis yang berlebihan.
1. Definisi
Dispepsia Fungsional adalah dispepsia non ulkus (DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya.
2. Etiologi /Penyebab
Perubahan pola makan
Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
Alkohol dan nikotin rokok
Stres
Tumor atau kanker saluran pencernaan
3. Manifestasi Klinik / Gejala klinis
Nyeri perut (abdominal discomfort)
Rasa perih di ulu hati
Mual, kadang-kadang sampai muntah
Nafsu makan berkurang
Rasa lekas kenyang
Perut kembung
Rasa panas di dada dan perut
Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
4. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak
jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan
stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan
antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls
muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
5. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak
mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan
pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya
sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi
lambung.
6. Pengobatan
Penatalaksanaan non farmakologis
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
Atur pola makan
Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang
memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat
dimengerti karena proses patofisiologinya pun masih belum jelas.
Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obat yang digunakan untuk kondisi dyspepsia antara lain :
Antacid (menetralkan asam lambung)
Contohnya : Al, Mg, Ca, OH, Almagate, Hidrotalcite
Golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung)
Contohnya : Pirenzepin,
Golongan obat antagonis reseptor H2
Contohnya : Ranitidin, Simetidin, Famotidin,
Golongan Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Contohnya : Omeprazole, Esomeprazole, pantoprazole, Lansoprazole, Rabeprazole
Golongan Sitoprotektif
Contohnya : Sucralfat, koloid bismuth
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam
lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung)
dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)
7. Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti
halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan
kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan
penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa :
laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan
untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis
kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional
biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di
saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis
terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras
ganda.
Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak
dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap
saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada
dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar